Indonesian aquatech startup Delos believes that Indonesia can become the world’s largest shrimp exporter in line with the high market demand for this marine product. CEO of Delos Guntur Mallarangeng in Jakarta, Monday said, there is more than 50 percent of the archipelago’s shrimp farming industry has not been taken seriously, and even more than half of the current total value of marine products. “Imagine if this potential is fully utilized, Indonesia will be number one. With a coastline of 54,000 km, abundant coastal human resources, and a supportive tropical climate, Indonesia should be able to become a global leader for sustainable aquaculture,” said Guntur.
Kondisi Pasar Udang
Pasar ekspor hasil laut berupa udang terus meroket meski pandemi global COVID-19 belum berakhir. Dengan kontur geografis yang mayoritas maritim, lanjutnya, Indonesia tentu memiliki potensi besar untuk berkontribusi sebagai produsen udang skala besar. Apalagi sekarang, ekspor udang di pasar Amerika Serikat tidak lagi mengenakan bea masuk untuk semua negara pengekspor. Dengan tren positif ini, merupakan peluang bagi Indonesia untuk mendongkrak nilai tersebut. Guntur mengaku sangat antusias dengan peluang ini dan yakin Indonesia akan mampu melampaui negara pengekspor udang terbesar selama ini, yang ditempati oleh India, Ekuador, dan Vietnam. Data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Fisheries mencatat nilai impor udang dari Indonesia ke Amerika periode Januari-April 2021 sebesar 503,8 juta dollar AS (24,1 persen) dengan volume 58,0 ribu ton (23,5 persen). Menurut mereka, Revolusi Biru yang dicanangkan Delos mengarah pada inovasi produksi dari distribusi hulu hingga hilir, sehingga produk udang yang dihasilkan memiliki nilai kompetitif yang tinggi.
“Dengan begitu, persentase pangsa pasar udang Indonesia di pasar dunia akan jauh lebih tinggi,” ujarnya. Dengan peningkatan produksi yang signifikan, lanjut Guntur, otomatis udang Indonesia akan mampu memenuhi permintaan pasar ekspor. Ia berharap Revolusi Biru mampu membawa Indonesia menjadi negara penghasil udang terbesar dengan nilai produksi jauh melebihi 2 miliar dollar AS per tahun. Delos yang berangkat dari tambak konvensional Dewi Laut Aquaculture (DLA) dan sekaligus merupakan perwujudan digitalisasi Alune Aqua, berharap dapat membantu petambak udang Indonesia berevolusi biru menuju modernisasi tambak. Dimana industri yang didominasi metode tradisional dan terfragmentasi dapat menjelma menjadi tambak yang modern dan sistematis berbasis ilmiah. Delos menggabungkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan praktik manajemen yang baik untuk meningkatkan produktivitas tambak udang dan meningkatkan hasil di atas rata-rata, mendekati 40 ton per ha. Guntur mengatakan, dengan teknologi terkini dan tim multidisiplin yang meliputi akuakultur, biologi kelautan, teknologi, dan bisnis, ini bisa menjadi solusi. Dengan kombinasi yang lengkap ini, dia yakin akan mampu mendukung agenda nasional pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan tersebut dengan tetap menjaga stabilitas Sosial, Ekonomi dan Lingkungan (SEE). “Inilah Revolusi Biru yang ingin kita gaungkan agar tambak udang di nusantara bisa maju bersama. Kami berusaha meningkatkan pengalaman, jaringan dan IP, sistem manajemen tambak lengkap yang diteliti dan dikembangkan secara internal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan hasil tambak udang Indonesia yang ada hingga 50-150 persen, ”kata Guntur. Dengan menciptakan nilai lebih bagi petani, lanjut Guntur, juga akan meningkatkan volume ekspor nasional, dan memperkuat reputasi Indonesia sebagai negara akuakultur terkemuka dunia.